Sabtu, 28 April 2018

Achadi, Menteri Transkopada Kabinet Sukarno Terakhir

Sedang menyelesaikan draft buku Napak Tilas. Pembukaan transmigrasi swakarya Gaya Baru dan Sumber Katon berkaitan pula dengan sejarah besar negeri ini.

repost dari : http://aladjai.blogspot.co.id/2013/08/dari-kenangan-makan-pagi-hingga.html?m=1

Selasa, 03 April 2018

JEJAK LANGKAH, Pramudya Ananta Toer

#Kisahkudenganbuku

Beberapa saat lalu bersliweran di linimasa facebook ajakan untuk memajang sampul buku. Just cover, no explanation, katanya.

Saya justru tertantang untuk menceritakan buku2 saya yang sampulnya saya pajang di sini. Termin pertama 3 buku dulu. Sesudah itu baru berani ajak orang lain.

Ini saja  sulit buat saya. Betapa lebih mudah membaca lewat gawai. Betapa lebih mudah menulis komentar nyinyir di status orang lain :) .

#Harike3 : JEJAK LANGKAH, Pramudya Ananta Toer.

Jejak Langkah adalah buku ketiga dari tetralogi PAT yang ditulisnya di Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Segala Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca).

Setelah kematian isterinya, Annelies Mellema, Minke meninggalkan Surabaya menuju Batavia. Ia masuk STOVIA dan kawin dengan Ang San Mei, gadis tangguh asal China. Setelah Mei meninggal dunia, ia dikeluarkan dari STOVIA dan berjuang mendirikan
 korannya, Medan Priyayi, dan juga organisasi Sarekat Dagang Islam. Karena sebuah tulisan yang menyinggung gubernur jenderal, korannya dilarang terbit. Novel ini diakhiri dengan pnangkapan Minke dan pengasingannya ke luar Jawa.

Buku saya ini merupakan edisi pertama tetralogi Buru yang terbit di Indonesia (1985). Sebelumnya saya sudah baca Bumi Manusia yang diterbitkan di Malaysia. Saya beli buku ini di Shopping Center, Yogyakarta. Seminggu sekali saya menyempatkan diri membaca buku di Perpustakaan Wilayah di Malioboro. Dari situ kadang saya jalan kaki nonton buku di shopping center.  Saya sedang beruntung saja, pas ke sana lihat buku ini.

Dekade 1980-an rezim militer Suharto sedang menderap dengan gagah garangnya. Buku ini barang ilegal. Mengedarkannya bisa berujung penjara. Gak main-main, perbuatan subversif itu. Jadi memiliki buku ini rasanya sesuatu banget.

Waktu itu saya orang baik dan murah hati. Sesudah saya baca, saya izinkan teman2 meminjamnya. Tapi ada satu teman yang huassyuuu tenan. Buku ini dipinjam lama banget, sehingga terpaksa saya tarik paksa. "Rampung ra rampung pokoke balekke bukuku dab."

Buku itu kembali dalam rupa yng kumuh spt ini. Jilidannya pecah, ada bekas sundutan rokok, ada batangan korek api sebagai penanda halaman. Ketika hal ini saya tanyakan, dia jawab begini, "Ya kuwi yen buku apik ki sing nyilih wong akeh." Sambil cengengesan.

Saya marah sih. Tapi sekali lagi, saya dulu orang baik. Kalau marah ya cuma nggondok, nyesek di ulu hati, kehilangan kata-kata. Orang Jogja bo!  Jangan tanya sekarang. Humus hutan Sumatera membuat saya lebih ekspresif, hahaha....

Nah, saya sudah selesai dengan termin pertama, 3 hari 3 buku.

#ayokembalipadabuku

TABIK

Senin, 02 April 2018

The Woman in the Old West America

#Kisahkudenganbuku

Beberapa saat lalu bersliweran di linimasa facebook ajakan untuk memajang sampul buku. Just cover, no explanation, katanya.

Nah! Saya justru menantang diri sendiri untuk menceritakan buku2 saya yang sampulnya saya pajang di sini. Termin pertama 3 buku dulu. Sesudah itu baru berani ajak-ajak orang lain.

Ini saja cukup sulit. Betapa lebih mudah membaca lewat gawai. Betapa lebih mudah menulis komentar nyinyir di status orang lain :) .

~~~
#Harike2: The Woman (The Old West), penulisnya Joan Swallow Reiter.

Tampilan buku ini terlihat klasik sesuai judulnya yaitu tentang peranan para perempuan pada masa eksplorasi wilayah barat Amerika Serikat, pada 1800-an s.d. awal 1900-an. Sampulnya dibalut dengan kulit timbul, seperti ukiran. Mewahlah. Ukurannya A4, tebal 240+ hlm. Diterbitkan sebagai salah satu serial  buku The Old West, pada 1979 (edisi revisi).

Buku terdiri dari 6 bab: Promise in the Lonely Land, The Great Marriage Boom, The Culture Bearer, On the New of Career Trail, A Burst of Free Spirits dan Woman wirh Cause.

Semua tulisan dalam buku ini dilengkapi dengan foto-foto kuno yang amat menarik ttg kehidupan keseharian wilayah barat. Bahkan saya berpikir bahwa sajian utama buku ini adalah foto. Meski demikian tulisan-tulisannya pun amat in-depth. Dengan demikian foto2 itu berbicara, bukan sekedar gambar kosong tentang suatu masa di suatu tempat.

Dengan dibukanya wilayah barat pada 1800-an berbondong-bondonglah para pioner menuju ke sana. Para perempuan harus menaklukkan rasa kesepian dan kehidupan yang keras.  Lebih dari sekedar isteri, wilayah barat menjanjikan mereka peran yang tak diperoleh di wilayah asalnya yang 'civilized'.

Perempuan di wilayah barat mempunyai jasa yang lebih besar dari seluruh perolehan emas di wilayah barat dengan mengelola sekolah, gereja, menegakkan hukum dan ketertiban. Demikian pendapat penulis buku ini. Dengan kata lain (kata saya :) ), perempuan adalah pembawa peradaban.

Di wilayah barat, para perempuan perintis itu tertantang dan merasa bahwa mereka "competence". Selain merintis pendidikan dan peran kegerejaan, mereka juga merambah ke profesi yang pada umumnya adalah ranah laki-laki misalnya pemadam kebakaran atau pengelola ranch.

Pencapaian  yang paling penting adalah mereka mendapatkan hak suara (vote) pada 1900 di empat negara bagian wilayah barat. Mereka menuntut dan berhasil sementara wilayah timur masih terkaget-kaget dgn perjuangan mereka.

Saya sajikan saja beberapa foto dgn keterangan, supaya teman2 bisa mencicipi keindahan buku ini. Fotonya gede2, seukuran 1 atau 2 halaman.

Buku ini saya dapat sebagai hadiah. Seorang teman saya pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studi konseling di Ateneo de Manila University (ADMU). Sementara saya masih harus tinggal beberapa saat untuk studi pastoral ministry. Ia tak mungkin membawa pulang semua bukunya.

Buku ini adalah salah satu buku yang dia sortir. Dari awal saya jatuh cinta pada buku ini melihat tampilan fisiknya, sesudah membaca isinya apalagi. Cuma buku ini yang saya ambil, sebab saya pun tak mungkin pulang dengan membawa segerbong buku :).

#3hari3buku
#notjustthecover_explainyourbook
#ayokembalipadabuku

Minggu, 01 April 2018

Tentang Pemimpin Gila, Kompasiana, P.K. Ojong

#Kisahkudenganbuku
#3hari3buku


Beberapa saat lalu bersliweran di linimasa facebook ajakan untuk memajang sampul buku. Just cover, no explanation, katanya.

Nah! Saya justru menantang diri sendiri untuk menceritakan buku2 saya yang sampulnya saya pajang di sini. Not just the cover, but explain your book. Termin pertama 3 buku dulu. Sesudah itu baru berani colak-colek orang lain.

Ini saja cukup sulit. Betapa lebih mudah membaca lewat gawai. Betapa lebih mudah menulis komentar nyinyir di status orang lain :) .

#HariPertama: KOMPASIANA, P.K. Ojong

Buku ini diterbitkan oleh Gramedia, 1981. Tebalnya 813+ hlmn. Isinya merupakan kumpulan tulisan dlm rubrik Kompasiana, tentu saja hatian Kompas, 1966 -1971. Ada 443 buah tulisan opini yg terbagi dlm 10 bab: media massa, politik, asimilasi, pendidikan, pelayanan publik, tertib hukum, kebudayaan, ekonomi, model kepemimpinan dan serba serbi Jakarta.

Pembagian topik tsb menunjukkan betapa penulisnya memiliki cakupan pengtahuan yang amat beragam. Latar pendidikannya adalah sekolah guru dan fakultas hukum.

Gaya penulisannya lugas. Topik bahasannya  ttg masalah keseharian yg aktual zaman itu. Meski bagi saya sampai kini pun buku ini tetap memberi pengetahuan dan inspirasi.

Salah satunya ini. Tetang Hitler yang dicakup dlm subjudul Pemimpin-pemimpin Gila (hlm. 706). Hitler itu sexueel abnormal. Ada kemungkinan ia membunuh Geli, sepupunya, atau
memperkosanya, lalu Geli bunuh diri. Struktur kepribadiannya normal tapi bisa dianggap paranoid (megalomania dan takut dibunuh). Kecerdasannya menengah saja tetapi memorinya kuat. 

Sinar matanya konon memancarkan cahaya yg tak terlukiskan. Tak wajar. Ia berpidato dengan gaya demagogik yg luar biasa, yg membuat pengikutnya keranjingan. Ia selalu mengaku paling tahu segala hal von hundefloehen bis zum kriegsfuehren 'dari kutu anjing sampai ilmu perang'.

Seperti juga para pemimpin gila yang lain (ada yg 25%, 50%, 75%, 99%) Hitler juga punya ego yg super tinggi. "Aku tak bisa salah, orang lain yang salah. AKU, sekali lagi AKU yang paling TAHU".

Oh ya buku ini merupakan  pemberian dari penerbit Gramedia, ketika thn 1989 saya mencoba menghidupkan perpustakaan desa Tanjungsari, Kecamatan Petanahan, Kab. Kebumen. Saya mendapat 1 dos besar buku-buku lama atau yang agak cacat produksi. Saya ambil beberapa buku untuk diri sendiri. Ini salah satunya.

#Ayokembalipadabuku
#kisahkudenganbuku
#haripertama